Orang-orang non muslim di zaman Nabi dihormati dan dilindungi hak-hak asasi mereka, serta diperlakukan dengan baik, selama mereka tidak melakukan tindakan provokatif, persekongkolan jahat, atau bahkan memerangi kaum muslimin, serta selalu menjaga hubungan harmonis dalam tatanan masyarakat.
Penyebutan nama Yahudi dan musyrikin dalam Piagam Madinah menunjukkan bahwa Nabi SAW bersama kaum muslimin sama sekali tidak berfikir hendak mengatur siasat politik untuk memusuhi dan menyingkirkan mereka, atau membangun masyarakat politik yang eksklusif bagi orang-orang Islam. Bahkan sebaliknya, ini sebuah pengakuan atas hak hidup dan bermasyarakat dalam negeri Madinah.
Selanjutnya dalam membina komunitas politik, Nabi Muhammad SAW mengikutsertakan semua penganut agama. Dakwah dilaksanakan sungguh-sungguh, tapi tidak memaksakan orang beralih agama. Kebebasan menganut dan menjalankan agama diberikan bagi komunitas-komunitas agama lainnya, dengan syarat mereka tidak mencampuri urusan kaum muslimin dan pemerintahan yang diatur kaum muslimin.
Sebagai contoh, ketika ajakan untuk menerima Islam sebagai agama beliau tujukan kepada para pembesar Himyar dan lainnya, beliau tidak serta merta memaksakan hal itu. Jika mereka menerimanya, sungguh berarti bagi Islam. Tapi jika mereka menolaknya, ada kewajiban lain sebagai warga negara untuk tunduk pada pemerintahan Madinah, dan menunaikan jizyah (pajak) bagi kelangsungan negara. Begitupula ketika menaklukkan Makkah, Nabi SAW memberikan amnesti umum, tanpa syarat konversi agama kaum musyrik Quraisy. Terkenallah ungkapan beliau bagi orang-orang musyrik Makkah, “Idzhabu fa antumuth thulaqa`…” (pergilah, kalian bebas semua).
Dalam membina hubungan dengan komunitas non muslim, Nabi Muhammad SAW selalu menempuh jalan damai, sepanjang komunitas itu tidak memusuhi Islam dan kaum muslimin. Selama sepuluh tahun memimpin kehidupan masyarakat di Madinah, tidak terjadi perang dengan kelompok musyrikin Madinah. Adapun kelompok-kelompok Yahudi yang kemudian diperangi Nabi SAW, bukan karena faktor agama mereka, atau karena mereka tak mau masuk Islam, tetapi karena mereka melanggar perjanjian yang telah dituangkan secara bersama dalam Piagam Madinah. Hal inilah yang menimpa tiga kabilah utama Yahudi Madinah; Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
Sikap penuh penghormatan dan penghargaan yang ditunjukkan Nabi SAW kepada kaum non muslim yang tidak memusuhi umat Islam, sebagaimana disebutkan, merupakan salah satu bukti bahwa di masa Nabi, kaum non muslim diperlakukan dengan begitu baik, penuh keadilan, toleransi, serta jauh dari sikap diskriminatif dan kesewenang-wenangan.
Fakta lain menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sering berkunjung ke rumah orang-orang non muslim, utamanya saat seseorang di antara mereka menderita sakit. Menurut riwayat Ibnu Ishaq, ketika delegasi kaum Nasrani Najran mengunjungi Rasulullah di Madinah, mereka langsung menemui beliau di dalam masjid selepas waktu ashar. Ketika mereka mencari tempat untuk melaksanakan ibadah, Nabi mempersilakan mereka untuk melaksanakannya di bagian masjid. Ketika itu beberapa orang sahabat akan mencegah mereka, namun Rasulullah meminta para sahabat untuk membiarkannya. Kemudian dengan menghadap ke timur, mereka beribadah hingga selesai.
Selain itu, Ibnu Qayyim dalam kitabnya, Zad al-Ma’ad, juga menulis sebuah riwayat, bahwa Nabi SAW juga pernah menandatangani sebuah perjanjian dengan kaum Nasrani Najran. Bunyi perjanjian itu sebagai berikut, “Dari Muhammad SAW kepada Abu Haris Uskup Najran, pendeta-pendeta, rahib-rahib, orang-orang yang hidup di gereja-gereja mereka dan budak-budak mereka, semuanya akan berada di bawah lindungan Allah dan NabiNya. Tidak ada uskup yang diberhentikan dari keuskupannya, tidak ada rahib yang diberhentikan dari biaranya, tidak ada pendeta yang diberhentikan dari posnya, dan tidak akan terjadi perubahan dalam hak-hak mereka yang telah mereka nikmati sejak lama.”
Tatkala di Madinah, ternyata Rasulullah SAW bertetangga dengan orang Yahudi. Bahkan ketika kehabisan makanan, beliau SAW menggadaikan baju besinya kepada si Yahudi tetangganya, untuk mendapatkan pinjaman. Begitupun dengan kebun-kebun kurma di Khaibar yang menjadi harta rampasan perang. Ketika berhasil mengalahkan Yahudi yang berkhianat, kebun ini lalu dikelola beliau secara bagi hasil dengan petani kurma Yahudi. Sebab mereka adalah petani kurma yang berpengalaman dan paling mengerti cara bertani.
Dari uraian di atas, dapat digarisbawahi, bahwa orang-orang non muslim di zaman Nabi begitu dihormati dan dilindungi hak-hak asasi mereka, serta diperlakukan dengan baik, selama mereka tidak melakukan tindakan provokatif, persekongkolan jahat, atau bahkan memerangi kaum muslimin, serta selalu menjaga hubungan harmonis dalam tatanan masyarakat di Madinah.
Sabar atas Ulah Penduduk Makkah
Pada kenyataan lainnya, Rasulullah SAW adalah seorang yang paling lapang dada dalam bermuamalah dengan kaum kafir Makkah, padahal beliau telah menetapkan dirinya untuk mendiami Madinah setelah peristiwa hijrah itu.
Syahdan, tatkala Nabi Muhammad SAW telah mantap kedudukannya di Madinah, sedang suasananya pun untuk beliau menjadi jernih dan bersih, dan sementara itu musuh-musuh beliau mulai sadar bahwa harapan mereka untuk menyerang Madinah akan sia-sia, sedang kekuatan-kekuatan negara menjadi semakin kuat dibanding dengan orang-orang musyrik maupun Yahudi yang tinggal di sekitar Yatsrib, di samping kewibawaan beliau yang mulia tertanam dalam hati kabilah-kabilah dan para kelana di seluruh jazirah Arab, dan sering pula mereka mengadakan perjalanan sambil bercerita mengenai beliau, jalan-jalan menuju Makkah pun sepenuhnya telah menjadi kekuasaan beliau, yang kemudian beliau mengepung jalan-jalan tersebut, beliau lalu memerintahkan kebebasan berniaga lewat jalan-jalan itu. Dengan demikian saatnya pun mulai dekat kepada penyimpanan pedang ke dalam sarungnya, maka dengan pandangannya yang menembus, perhatian beliau tertuju bahwa telah tiba saatnya untuk mengadakan perjanjian gencatan sejata dengan Makkah. Maka bertolaklah beliau dalam suatu balatentara yang terdiri dari kaum Anshar dan Muhajirin bersama sekutu mereka masing-masing. Dan sambil mengiring binatang-binatang kurban, beliau mengumumkan bahwa beliau hendak berhaji, dan bukan hendak berperang.
Keberangkatan Nabi tersebut didengar oleh orang-orang Quraisy. Maka keluarlah mereka untuk menghalangi beliau dari Masjidil Haram. Dan mereka menganggap bahwa bila Rasulullah diizinkan masuk kota Makkah kali ini, maka akan merupakan bahaya besar. Dan mereka menolak, jangan sampai orang-orang Arab kelak mengatakan, bahwa Muhammad telah dapat berthawaf di Ka’bah, dan datang ke Makkah dengan kekuatan yang perkasa.
Merekapun lalu bersumpah dan saling berjanji agar Nabi Muhammad jangan sampai dapat masuk ke kota buat selama-lamanya. Sebenarnya, tentara Muhammad benar-benar telah siap untuk menyerbu negeri kaum musyrik itu, bila mereka dalam bulan Haram itu menghalangi dia dari hak semua bangsa Arab, yaitu berhaji ke Ka’bah, akan tetapi Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, ternyata menyukai sesuatu yang lain. Karena sejak dia keluar dari Madinah, tekadnya benar-benar telah bulat untuk tidak berperang, sedang yang menjadi pusat perhatiannya ialah perdamaian.
Untuk tekadnya itu, beliau tidak bisa tergoyahkan oleh sesuatu, dan tidak bisa dihalangi tujuannya itu oleh seorangpun. Padanya benar-benar telah berkumpul tekadnya yang sebenarnya dan sikapnya yang bijak dan berhati-hati.
Menghadapi kekerasan orang-orang Quraisy itu, beliau tetap bersikap sabar. Ditempuhnya bersama sahabat-sahabatnya suatu jalan yang terjal, sehingga tidak sampai terjadi suatu bentrokan dengan musuh-musuhnya, dan sehingga dapat memberi kesempatan kepada mereka buat berfikir mengenai keberanian mereka melawan beliau. Dan sabda beliau:
“Jika orang-orang Quraisy itu kini akan mengajakku menempuh suatu langkah untuk meminta kepadanya suatu hubungan persahabatan denganku, pasti itu akan aku luluskan kepada mereka”.
Syahdan tatkala Nabi telah tiba di Hudaibiyah, di wilayah tanah Haram Makkah, orang-orang Quraisy menolak keras-keras, dan hanya menghendaki agar beliau pulang saja bersama binatang-binatang kurbannya yang telah beliau giring, dan jangan bertawaf di Ka’bah, padahal beliau telah berihram Haji dan ‘Umrah.
Dan ketika Nabi mengirim seorang delegasi yang menegaskan kepada mereka tujuan beliau baik, unta dari delegasi beliau itu mereka banting, sedang delegasi itu hendak mereka bunuh. Tapi pengiriman delegasi-delegasi terus dilakukan dan beliau tetap menasihati orang-orang Makkah itu, tetapi mereka bahkan bertambah sombong dan congkak.
Lalu orang-orang Makkah itu mengirim beberapa orang, dan menyuruh mereka berkeliling ke tempat tentara Nabi Muhammad, untuk menangkap sahabat-sahabatnya, untuk selanjutnya di bawa ke Makkah. Tapi orang-orang yang mereka kirim itu ternyata tertangkap, lalu dibawa ke hadapan Rasulullah. Oleh Rasulullah mereka dimaafkan lalu dibebaskan.
Kesabaran Rasulullah Muhammad SAW yang seperti ini ternyata segera menampakkan hasilnya. Orang-orang Arab yang lain segera tahu bahwa Nabi SAW benar-benar tidak menghendaki pertempuran, dan tidak menyimpan niat yang buruk. Dan mulailah sekutu-sekutu orang-orang Quraisy yang paling setia mencuci tangan mereka dari dosa yang dilakukan orang-orang Quraisy. Sedang pemimpin rakyat dari berbagai suku lalu mengumumkan, bahwa ia tidak rela bila ada segolongan manusia yang dihalang-halangi dari Masjidil Haram, dan bahwa mereka semua sama sekali tidak pernah bersumpah setia kepada orang-orang Quraisy dalam hal ini.
Rekan-rekan orang-orang Quraisy dari Tsaqif lalu menasihati mereka agar jangan menghalangi Nabi, dan menakut-nakuti mereka terhadap kekuatan kaum mukminin yang ada bersama Nabi itu. Dan dengan demikian maka menjadi semakin dekatlah tujuan yang dikehendaki oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam, yaitu genjatan senjata dan menempatkan perdamaian menggantikan peperangan.
Kisah Rasulullah Bermuamalah Dengan Non Muslim: Menanam Ketulusan, Berbuah Kemuliaan (Bagian 2)
Wednesday, 20 November 2013 | http://majalah-alkisah.com/index.php/dunia-islam/3262-kisah-rasulullah-bermuamalah-dengan-non-muslim–menanam-ketulusan-berbuah-kemuliaan-bagian-2
(Bersambung)